Tarian Adat Sumatera Barat

 

Saat datang ke acara pernikahan yang menggunakan adat Minangkabau, bisa dipastikan selalu ada tari-tarian meriah yang disajikan si empunya acara. Musik yang unik, kostum yang mewah, hingga langgam yang gemulai selalu bisa membuat para tamu undangan maju dan takjub. Inilah yang dinamakan tari pasambahan, salah satu tarian adat Sumatera Barat yang paling populer.

Sesuai dengan namanya, tari ini berfungsi sebagai persembahan yang diperuntukkan bagi para tamu-tamu kehormatan, seperti kepala suku, tokoh penting, figur, dan sebagainya. Tarian ini juga dipersembahkan untuk menyambut memperlai pria saat tiba di rumah mempelai perempuan di acara pernikahan. Jadi tari pasambahan merupakan tarian kehormatan yang mencerminkan masyarakat Minang menghormati tamu.

Sejarah Tarian Minangkabau

Tarian yang diciptakan oleh Syofyani Yusaf pada tahun 1962 ini pertama kali ditampilkan dalam upacara penyambutan Raja Belgia (Belanda) di Bukit Tinggi pada tahun yang sama dengan tahun diciptakannya. Mulanya, tarian ini hanya dilakukan oleh pria saja. Namun, seiring perkembangan, justru tarian ini lebih didominasi oleh penari perempuan.

Sebelum adanya tari pasambahan, tari galombang telah lebih dulu dikenal masyarakat Minangkabau untuk menyambut tamu kehormatan. Kini, tari galombang lebih sering dimainkan bersama dengan tari pasambahan. Para penari laki-laki menarikan gerakan pencak silat, sementara penari perempuan menari gemulai dan tetap tegas sambil salah satunya membawakan carano.

Carano sendiri merupakan salah satu properti penting pada tari pasambahan, yaitu sejenis cangkir kecil dari kuningan dengan empat kaki. Di dalam carano, terdapat isi pinang, daun sirih, sadah, dan gambir. Anak daro sebagai pembawa carano mempersembahkan isi carano pada tamu kehormatan atau mempelai saat musik talempong, gendang, dan tansa berhenti dimainkan atau disebut juga masa pause.

Biasanya pemberian carano juga diiringi oleh bansi dan kato pasambahan (kata-kata persembahan). Nantinya, para tamu dipersilahkan untuk mengambil, memakan, atau hanya sekedar menyentuhnya saja. Ini merupakan simbol selamat datang, serta saling menghormati antara tamu dengan tuan rumah dan sebaliknya. Sebab, dalam isi carano pun memiliki makna khusus masing-masing.

Sirih pada carano merupakan simbol persaudaraan di Minang, sehingga saat tamu mengambil atau memakan sirih, maknanya adalah ia diterima baik selayaknya keluarga. Kini, kebanyakan tamu hanya menyentuh sirih saja, apalagi mereka yang bukan berasal dari Minangkabau. Hal ini tentunya tidak mengurangi mkana sebenarnya dari pemberian carano.

Setelah prosesi makan sirih selesai, anak daro akan membawa kembali carano dan turut dalam tarian selanjutnya hingga tari pasambahan selesai. Selesainya tari pasambahan inilah yang menandakan, bahwa acara atau upacara pernikahan resmi dimulai. Setiap prosesi dan langgam tari begitu bermakna, sehingga penting untuk dihayati oleh para penari.

Dari tari pasambahan ini, kita bisa menarik filosofi, yaitu untuk menunjukkan hati yang bersih dan niat yang jernih saat akan menerima tamu. Sebab, tamu adalah raja yang patut diberikan pelayanan terbaik saat berkunjung. Dengan begitu, tamu jadi merasa senang dan dianggap sebagai keluarga yang digambarkan oleh pemberian sekapur sirih untuk tamu kehormatan taau marapulai.

Selain tari pasambahan, masih banyak tarian adat Sumatera Barat lainnya yang tak kalah menarik untuk dipahami, mulai dari tari galombang, tari piring, tari rantak, dan masih banyak lagi lainnya. Semakin dalam mengetahui dan memahami budaya bangsa sendiri, semakin terasa pula kekayaan tanah air ini. Temukan ragam makna budaya nusantara di https://www.quinbatik.com/.